Losari



Jangan Hilangkan Sejarah

Wednesday, January 17, 2007
KAWASAN pesisir Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) memang kaya potensi. Tak sekadar berisi air dan pantai, tapi di sekitar kawasan ini juga terdapat sejumlah situs, benda, maupun bangunan bersejarah yang masuk golongan cagar budaya.

Oleh karena itu kalangan pemerhati sejarah mengkhawatirkan bahwa pembangunan dan pengembangan kawasan pesisir Makassar akan mengancam kelestarian sejumlah situs dan bangunan bersejarah yang ada di sekitarnya. Kekhawatiran ini bukan tidak beralasan. Setidaknya kekhawatiran ini sudah terbukti dengan hilangnya sejumlah bangunan tua dan bersejarah di sepanjang pesisir Makassar.

Tak dapat dipungkiri, kenyataan selama ini terutama di Kota Makassar, kerap terjadi benturan kepentingan antara pemerintah yang ingin membangun dengan masyarakat dan pemerhati sejarah yang ingin melestarikan bangunan bersejarah. Dari dua kepentingan ini, nyatanya hampir selalu pemerintah dan pembangunannya yang menang.

Dengan alasan pembangunan, keindahan, dan kesejahteraan kota, satu per satu bangunan bersejarah hilang. Bangunan-bangunan bernilai sejarah itu, dengan seketika berganti pertokoan, rumah toko, kantor, atau rumah tinggal.

Yang banyak disayangkan karena pembangunan ruko, rumah tinggal atau kantor tersebut sama sekali menghilangkan bentuk bangunan lama. Kalaupun masih ada yang tertinggal, bisa dipastikan kondisinya mengenaskan karena kurang terurus. Ini juga terjadi di sepanjang kawasan pesisir Makassar yang membentang sepanjang 35 kilometer dari Pantai Barombong hingga Paotere. Tak heran kalau pada akhirnya banyak pihak yang mempertanyakan kepedulian pemerintah pada sejarah.

***

KENYATAAN ini antara lain disinggung Edward L Poelinggomang dan Suriadi Mappangara, pemerhati sejarah yang juga tenaga pengajar sejarah di Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin (Unhas), dalam sebuah seminar bertema Pembangunan Kawasan Pesisir Makassar di Unhas pada 10 Agustus lalu. Dalam makalahnya yang berjudul Pembangunan Kawasan Pesisir Makassar Mengancam Kelestarian Situs Budaya dikatakan, saat ini sejumlah situs sejarah yang penting di kawasan pesisir Makassar sudah hilang tak berbekas maupun nyaris lenyap.

Untuk ini, Edward dan Suriadi menyebut beberapa contoh. Salah satunya adalah lokasi bekas benteng-benteng pertahanan yang dimusnahkan oleh kompeni Belanda dan wilayah-wilayah pesisir yang dibangun sebagai pusat perdagangan di sekitar Pelabuhan Soekarno-Hatta.

"Wilayah ini yang terletak pada Chinastraat dan Pasarstraat saat ini menjadi wilayah perdagangan sekitar Jalan Sulawesi (sekitar Pelabuhan Soekarno-Hatta-Red). Pada awalnya wilayah ini dihuni oleh pedagang-pedagang Belanda namun kemudian setelah pemulihan perdagangan dengan Cina, wilayah ini banyak ditempati oleh pedagang-pedagang Cina. Belakangan tempat ini banyak dihiasi dengan klenteng Cina dan rumah keluarga. Semua ini sebenarnya adalah cagar budaya yang perlu dilestarikan," kata Edward.

Contoh lain yang tak kalah penting adalah hilangnya sejumlah benteng yang sebenarnya terkait sangat erat dengan sejarah terbentuk dan berkembangnya Kota Makassar. Setidaknya dari delapan benteng yang ada di Kota Makassar saat ini hanya tersisa dua benteng masing-masing Benteng Fort Rotterdam dan Benteng Sombaopu. Kedua benteng ini terdapat di pesisir Makassar. Itupun dalam kenyataannya usaha renovasi, konstruksi, dan pemeliharaannya masih perlu dibenahi.

"Benteng Jungpandang misalnya. Memang masih tegak dengan megah, namun ruang tegak benteng itu telah ditutupi oleh bangunan-bangunan yang ada di sekitarnya. Belum lagi dinding-dindingnya yang tertutup lumut dan tanaman merambat. Jadinya, sulit untuk berjalan mengitari benteng untuk membayangkan kekokohannya sambil mengagungkan produk budaya masyarakat ini. Hal ini telah memberi petunjuk kurangnya apresiasi kita pada monumen budaya dan sejarah yang telah melukiskan keharuman dan kejayaan kelampauan masyarakat pendu-kungnya," jelas Edward dan Suriadi.

Hal yang sama terjadi pada Benteng Sombaopu dan Benteng Tallo yang juga masih berada di kawasan pesisir Makassar. Kalau Benteng Sombaopu masih menyisakan sisa-sisa reruntuhan berupa bebatuan, maka Benteng Tallo nyaris tak menyisakan apa pun. Padahal, mustahil membicarakan sejarah Makassar tanpa menghubungkan Benteng Jungpandang, Sombaopu, dan Benteng Tallo.

Benteng Tallo misalnya, yang dulu di dalamnya terdapat Istana Raja Tallo dan bekas Pelabuhan Bira, dalam kenyataannya sudah hilang dan tak berbekas sama sekali. Padahal, Benteng Tallo sejak dulu antara lain terkenal karena Pelabuhan Bira yang terkenal sebagai pelabuhan dagang besar dan tempat pembuatan kapal dan perahu. Selain itu Tallo juga menjadi pusat pendidikan Islam dan politik yang pertama bagi putera-putera bangsawan di Sulsel. Tallo pula yang menampilkan cendekiawan terkemuka dari Sulsel yakni Karaeng Patingalloang.

"Semula benteng ini diruntuhkan oleh pemerintahan kolonial dan kemudian disusul dengan gerakan pembangunan yang tidak memperdulikan situs sejarah dan budaya. Yang tersisa sekarang hanyalah areal makam raja-raja Tallo," jelas Edward.

Persoalannya tambah Edward, karena dalam perkembangan belakangan ini usaha reklamasi pantai cukup gencar dilakukan pemerintah hingga terkesan situs Benteng Sombaopu dan mungkin pada gilirannya situs Tallo akan tenggelam dalam wajah perkotaan modern dan terabaikan.

Selain benteng-benteng maupun situs-situs tersebut, sejumlah bangunan bersejarah di sekitar pelabuhan Soekarno-Hatta juga sudah hilang. Salah satunya adalah bekas kantor Pelabuhan Makassar di Jalan Nusantara. Selain bernilai sejarah, bangunan ini juga terkenal karena keindahan kubahnya. Ini belum termasuk bangunan-bangunan yang diruntuhkan di sekitar Jalan Sulawesi.

"Yang perlu diperhatikan pemerintah adalah agar pembangunan itu tidak mengabaikan dan merusak situs budaya dan sejarah karena itu menunjukkan identitas diri masyarakat pendukungnya," kata Edward.

Idealnya, pembangunan kota sebaiknya didahului pelestarian dan pemulihan situs budaya dan sejarah agar pembangunan yang dilaksanakan kemudian tidak mengancam keberadaan situs-situs yang masih ada. Artinya pembangunan apapun yang akan dilakukan dan di mana pun, seyogyanya tidak menghilangkan sejarah. Jangan lupakan sejarah! (ren) (Sumber:kompas)

Pantai Losari...

Monday, December 4, 2006
Sebuah pantai indah di selatan pulau sulawesi... indah...!!!